Saturday 12 April 2014

Dewan pimpinan cabang ldii megadakan kegiatan Halaqah





Mengapa Kami Mencintai Halaqah

Bismillah … Halaqah seringkali di sebut Liqa’ ataupun kelompok terkecil dalam berjamaah. Di dalam kelompok masyarakat kelompok terkecil ialah keluarga, maka di dalam berjamaah, Halaqah inilah keluarganya.
Mengapa berjamaah?
Ada kalanya keputusan hidup kita jamaah yang menentukan. Hidup tanpa dakwah tak ada arti karena kita hanya menyoleh kan diri pribadi (diri sendiri). Boleh dikatakan, hidup yang egois hanya mementingkan kepentingan sendiri. Seperti yang kita ketahui selama ini, hidayah itu tidak akan datang sendiri, ataupun langsung datang “plok” dari langit dan tiba-tiba kita berubah menjadi lebih baik. Tetapi harus melalui perantara orang lain. Berbangga lah menjadi orang-orang pengantar hidayah.
1. Karena berjamaah merupakan kewajiban seorang Muslim

Kita bisa buka Qs An-Nisa : 1, Hai sekalian manusia, bertakwa lah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memper kembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwa lah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (pelihara lah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
Ali Imran: 103. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati mu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
Qs Al-Maidah ayat 2, “………….., Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. …..”
“Tidak halal darah seorang muslim kecuali dengan tiga hal:……, ……., dan orang yang keluar dari Agama dan meninggalkan jamaah” (di keluarkan oleh Bukhari, 6/9; dan Muslim, 3/1303).
Jamaah yang di maksud ialah jamaah Islamiyah yang mempersatukan seluruh kaum Muslimin, sehingga tidak ada kaum yang berpecah dan bergolong-golongan. Inti dari ayat dan hadits di atas ialah agar kita berjamaah dan bersatu. Allah dan Rasul-Nya tidak menyukai jika kita hidup menyendiri.
2. Karena berjamaah merupakan sarana terbaik untuk menjauhkan dari syethan.
Sesungguhnya Allah tidak mengumpulkan umat Muhammad dalam kesesatan, karena bagi siapa yang keluar dari Jamaah maka neraka tantangannya. Jika kita sendirian, tentu pikiran-pikiran kotor sering terlintas (mau coba? Coba saja kalau kita hidup 1 bulan dan tidak berinteraksi dengan orang lain. Bagaimana rasanya?). Tetapi, jika berjamaah kita menjadi kuat. Tentunya dari berjamaah pula begitu banyak kita dapatkan setruman-setruman dan target-target besar yang mampu di kerjakan secara bersama-sama.
3. Karena jamaah itu jalan cepat menuju surga.
Jika kita hidup menyendiri, amalan-amalan yang kita lakukan juga mendapat pahala sendiri. Masih ingat tentang amalan shalat berjamaah? Berapa kali lipat besar pahalanya, di bandingkan dengan amalan shalat sendirian? Nah, sama juga dengan amalan jama’i. Dalam berjamaah, kita saling mengenal antar sesama Muslim/ah, dan tentunya suasana kehidupan kita berbeda-beda. Di jamaah-lah kita berkesempatan berbuat baik kepada saudara dan sesama Muslim lainnya. Kita juga saling mengingatkan, dsb.
Mengapa kami mencintai halaqah?
Tentu pertanyaan ini muncul kepada kader-kader yang masih awam dan tergolong baru dalam kancah dakwah. Karena, dalam dunia dakwah membutuhkan sarana tarbiyah diri yang salah satu cabangnya merupakan halaqah. Kami butuh hidayah dan semangat ruhiyah dari kawan-kawan se-lingkaran ataupun dari motivasi murabbi/ah. Seringkali kami mendengar tentang “mensholehkan orang lain”. Hal itu dapat terwujud jika kami hidup berjamaah (Oia, jamaah di sini bukan jamaah dari sekelompok kaum muslimin).  Kader dakwah mempunyai ketulusan hati tanpa kepura-puraan.
Kami masih ingat keadaan di awal sebelum halaqah. Di mana di masa itu, kami hanya memikirkan nasib masa depan kami. Jarang- dan bahkan tidak pernah terlintas sedikit pun kami memikirkan nasib saudara-saudara kami. Dalam tulisan di buku impian kami, hanya tergores impian-impian memajukan nasib pribadi dan keluarga terdekat dan orientasinya lebih besar tentang kesuksesan dunia (jadi pengusaha sukses, selama kuliah dapat IPK tinggi dan tamat cum laude, orang terkaya di wilayah/kampung, s2 dan s3 di luar negri… sekitar-sekitar itu). Apakah engkau juga merasakan apa yang kami rasakan?
Namun, ketika dalam dekapan halaqah? Bagaimana kondisi hati dan pikiran kami? Apakah kami tetap memikirkan pribadi saja? Tentu, jawabannya tidak! Kami telah berubah. Kami memikirkan keadaan umat dan saudara-saudara kami. Orientasi kami tidak hanya lingkungan pribadi dan keluarga, namun juga lingkungan masyarakat, wilayah, negara bahkan memikirkan umat Islam se-dunia. Subhanallah. Cita-cita tertinggi kami tidak hanya berkisar urusan duniawi, sukses kefanaan saja, namun adalah jihad fisabilillah dan sukses di Akhirat. Aamiin.
Sebelum kami bergabung di halaqah, terlintas di pikiran bahwa menghafal 30 juz Al-Quran yang terdiri dari 6.000-an ayat SANGAT SULIT!!! Sehingga tak ada semangat untuk berusaha menghafalnya. Bagaimana denganmu? Apakah sama dengan yang kami rasakan? Nah, bagaimana keadaan kami setelah halaqah? Apakah masih menemukan kesulitan? Jawabannya seringkali kami dapatkan begini: menghafalnya tidak sulit, namun mempertahankan hafalan Al-Quran butuh keistiqamahan… yup begitulah! Di halaqah kami di ajarkan tentang arti keistiqamahan. Jikalau iman sedang menurun, maka terlihat kawan-kawan selingkaran yang sedang semangat imannya, maka kami ikutan naik dan bersemangat.
Mengapa kami mencintai halaqah?
Kami coba bandingkan dengan kehidupan silam yang masih jahiliyah. Di halaqah, kami selalu mendapatkan informasi update baik itu tentang ilmu maupun berita dan keadaan umat Muslim dunia. Sehingga, kami di dalam lingkaran menjadi termotivasi berlomba-lomba berburu informasi. Sangat berbeda, jika kami hidup sendiri – sendiri… mungkin kami merasa acuh dan tidak peduli dengan saudara yang lain. Pernahkah terpikirkan? Bahwa, ilmu itu ibarat air. Jika air dibiarkan tergenang dan mengendap akan bersarang nyamuk. Begitu pula ilmu, jika kita biarkan mengendap di otak tak ada manfaatnya. Namun, jika kami mentransfer kan ilmu kepada saudara kami, tentu akan lebih banyak manfaatnya. Maka, di halaqahlah kami mendapatkan itu semua.
Tentunya lebih banyak alasan-alasan lain, mengapa kami mencintai halaqah. Untuk itu, bagi Antum/antunna yang merasakan kejenuhan ketika berhalaqah, maka tanyalah ke pribadi. Apakah niat mengikuti halaqah? Apakah niat itu ikhlas karena Allah? Mandirilah Antum, maka Antum akan menjadi orang yang merdeka dan maju. Pantang cengeng bagi kader dakwah. Karena, dakwah tidak membutuhkan kader-kader manja. Hanya ada 1 keputusan: jika tidak mampu di bina, maka di binasakan saja (hehehe… upsss, afwan). Ingat! Dalam dakwah tidak ada “senioritas”. Ketika kita niatkan dakwah ini karena Allah, maka tidak ada kata mundur walaupun satu langkah. Kabbiruuuu!! Allaahuakbar.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/09/12/22821/mengapa-kami-mencintai-halaqah

Halaqah ini akan di ikuti oleh semua simpatisan warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang sengaja menyisihkan waktunya untuk bisa fastabikul khairat dalam menghafalkan ayat demi ayat dalam alqur'an mengingat keutamaan yang sangat besar untuk bekal akhirat.
"Demikianlah tulisan ini kami buat semoga dapat bermanfaat untuk kita semua"



Sunday 9 March 2014

LDII Mendorong Penggunaan Internet Sehat dan Produktif



LDII Mendorong Penggunaan Internet Sehat dan Produktif

ldii-gerakan-internet-sehat
Badan Pusat Statistik (BPS) menyodorkan data pengguna internet mencapai 71,19 juta pada 2013. Angka ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Fenomena di dunia maya ini memiliki imbas yang besar di dunia nyata. Butuh gerakan nyata agar internet dimanfaatkan secara sehat dan produktif.
Ketua Umum LDII Prof DR Abdullah Syam, Msc menyebut membanjir nya informasi di dunia maya harus disikapi dengan bijak. Internet yang awalnya untuk pertukaran informasi, baik suara maupun data, seharusnya bisa membantu manusia dalam beraktivitas. Persoalan nya, di internet informasi seperti tanpa batas dan tanpa saringan. Semua orang berhak mengisi informasi.
Demikian hal nya di sisi dakwah, internet bisa sangat membantu sekaligus bisa menyesatkan, "Sudah mulai muncul kutipan-kutipan ayat Quran di dunia maya yang salah. Ini kan bahaya kalau tidak diluruskan," ujar Abdullah Syam saat ditemui di Focus Group Discussion (FGD) Dakwah Dunia Cyber dan Internet Sehat di kantor DPP LDII, Jakarta, Jumat (28/2/2014). Persoalan lain, berbagai upaya pihak-pihak tertentu untuk menyesatkan umat Islam, marak pula di internet.
internet-sehat

Menurut Abdullah Syam, tugas ulama dan orangtua bertambah, yakni mencegah berbagai upaya yang dapat merusak iman pengguna internet. Sekaligus memberikan pengetahuan dan peningkatan keimanan bagi generasi muda yang senang bermain internet. "Gerakan dakwah cyber harus terus digencarkan. Ini yang perlu diperhatikan para muballigh dan pendakwah," ujar nya.
LDII membagi dua sesi FGD. Sesi pertama berkaitan dengan dakwah di dunia maya dan sesi kedua mengenai pemanfaatan internet yang sehat dan produktif. Untuk sesi pertama, pembicara utama antara lain Sekretaris MUI Jakarta DR Robi Nurhadi dan Ketua DPP sekaligus Litbang MUI Ir Teddy Tsuratmadji Msc.
Senada dengan Abdullah Syam, Robi menegaskan pentingnya pengelolaan penggunaan internet, karena pengisi informasi di internet itu tak selalu bertujuan baik. Terlebih berkaitan pada keilmuan agama yang bisa menjadi sasaran informasi tak layak. "Kalau yang membaca itu tak memiliki pengetahuan cukup, maka informasi agama yang sesat melalui internet itu bisa mempengaruhi iman nya," ujar Robi. Dia menyeru agar para juru dakwah giat membagi ilmu nya di dunia maya, untuk meminimalisasi pengetahuan agama yang justru menyesatkan.internet-sehat-ldii
Etika Berinternet
Lantas bagaimana peran pemerintah dalam mengatur informasi di internet? Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) melalui Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika menyiapkan etika siber untuk menangkal konten negatif dalam penggunaan internet di Indonesia.
"Misi etika siber itu untuk menjaga konten positif di Indonesia dari konten negatif dari luar negeri. Ini wujud keinginan adanya kedaulatan internet Indonesia," kata Direktur Pemberdayaan Informatika Ditjen Aplikasi Informatika Kemkominfo, Mariam F Barata.
Etika siber itu salah satu nya diterapkan melalui tiga upaya pendekatan perlindungan terhadap bahaya internet, yakni melalui teknologi, hukum dan sosio-kultural. Terlebih lagi fenomena media sosial memberikan dampak pada budaya masyarakat perkotaan. Persebaran informasi kian mudah, yang memungkinkan informasi akurat dan sampah berbaur.
Pemerhati media Agus Sudibyo mengatakan warga dunia maya atau "netizen" harus menginisiasi kode etik media sosial untuk mencegah penyalahgunaan internet. "Sebab, medsos (media sosial) mendorong pendekatan partisipatoris yang menjadikan setiap orang adalah subjek dan sumber informasi. Maka, dibutuhkan kode etik untuk menghindari, misalnya, persebaran kabar bohong," kata Agus.
Pendekatan partisipatoris yang dimaksud Agus berkaitan dengan peranan para pengguna medsos yang memiliki kecenderungan menuju ke arah jurnalisme warga. "Setiap orang bisa jadi sumber informasi dengan adanya medsos," ujar dia.
Di sisi lain, keadaan tersebut membuka peluang besar terjadi nya penyalahgunaan medsos untuk penyebaran kabar bohong dan provokasi misalnya. Ia menyadari bahwa masyarakat pengguna medsos memiliki keengganan untuk dikategorikan sebagai bagian dari pers sebab adanya ikatan dengan kode etik jurnalistik.
“Para penggiat medsos memang tidak berkeinginan dikategorikan sebagai pers sebab banyak aturan nya. Maka, untuk itu sebaiknya segera diinisiasi kode etik medsos yang sesuai dengan ide dan semangat jurnalisme warga di medsos," ujar nya.
Agus meyakini bahwa apabila kode etik medsos betul dirumuskan dan berasal dari pihak pemerintah, akan ada keengganan tertentu yang bermunculan di kalangan pengguna. "Ketimbang dapat dari Pemerintah, pengaturan soal kode etik sebaiknya berasal dari inisiatif masyarakat sendiri dan Dewan Pers ataupun Kementerian Komunikasi dan Informasi harus melempangkan jalan untuk itu," ujar nya.ldii-internet sehat
"Pengguna medsos harus belajar dari pengalaman perumusan pedoman media siber. Itu bukan dibuat oleh Dewan Pers, melainkan kawan-kawan media siber berkumpul dan menginisiasi itu sendiri," kata Agus menambahkan.
Di sisi lain, dia mengaku khawatir dengan keberadaan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). "UU ITE sebenarnya bagus. Tujuan nya memerangi kejahatan siber, tetapi di beberapa pasalnya bisa mencederai kebebasan berekspresi serta hak-hak konsumen," ujar nya.
"Maka, kalau medsos tidak segera dirumuskan kode etik, risiko nya adalah setiap saat harus siap dikenai dengan UU ITE," katanya. Agus juga mengapresiasi kegiatan diskusi yang diadakan DPP LDII dan meyakini kegiatan itu dapat mendorong kehadiran internet dan medsos sebagai tempat ramah keluarga. "Diskusi semacam ini menumbuhsuburkan optimisme adanya internet dan medsos yang ramah keluarga misalnya," ujar dia.
Ketua DPP LDII Hidayat Nahwi Rasul yang berperan sebagai moderator dalam diskusi tersebut menyatakan bahwa dukungan lembaga nya atas kampanye gerakan internet sehat. Menurut Hidayat yang juga anggota Komisi Penyiaran Indonesia Sulsel, sudah semestinya masyarakat bersama-sama dengan Pemerintah dalam menjaga dan memelihara kebaikan dan kebenaran dalam berinternet.
Aspek positif dari internet menurut Hidayat, adalah sumber pengetahuan dan produktivitas. Siapapun bisa memperoleh informasi mengenai segala hal, dari sisi bisnis pemanfaatan internet juga bisa menghasilkan uang, melalui promosi, iklan, ataupun e-commerce. Namun, pengguna juga mesti dibekali filter yang hanya bisa diperoleh dari institusi keluarga dan keagamaan. (LC/LINES)